Tadinya kupikir dia tinggi hati, nyatanya akulah yang tak mengerti bagaimana pandangannya.
Tadinya kupikir dia tinggi hati, nyatanya akulah yang tak mengerti bagaimana pandangannya. Dan kupikir dia sangat kasar, nyatanya dia adalah yang sangat lembut perangainya..
———
Betapa sungguh, aku inginkan persatuan. Betapa sungguh aku mempedulikan saling berkasih sayang. Namun ketika itu, aku tak tau dengan cara apa.. kuinginkan di posisi menjadi rakyat Rasulillaah صلي الله عليه وسلم ketika Islam berjaya, namun kutak mau dan tak ingin dan tak peduli tau bahwa aku pun harus mengalami rasa-rasa lemahnya Islam..
Ketika aku buta akan agama yang murni ini, tak tahu bahwa disini ada istilahnya manhaj apalagi salaf, tak tahu istilah nafi atau isbat, bahkan tak tahu bahwa makna kalimat tauhid bukan tiada tuhan kecuali Allaah.
Ketika itu, aku melihat muslimah-muslimah bercadar senang memandang sinis, dan ikhwan-ikhwannya berwajah muram, aku merasa “ada apa dengan mereka?”. Sombongnya mereka merasa lebih tinggi karena sudah ngaji? Sudah pakai kerudung apalagi pakai cadar? Sudah kemana-mana sering ke masjid dan pakai peci?
Bukan, ya, ternyata :)
Ketika aku merasa sudah pakai kerudung besar, aku melihat muslimah yang kurang lengkap menutup auratnya lalu dia menatapku dan langsung membuang muka, sungguh aku hanya melihatnya sekilas seperti aku melihat orang-orang yang lain dan saat dia membuang muka betapa sungguh aku ingin dia merasakan perasaanku yang inginkan dia juga menutup auratnya lebih baik.
Dan rasa negative thinking itu bertambah, begitu aku malu menampakkan diri tengah memakai cadar, aku malu mendapat sorotan matanya yang tajam atau mendapati sorotan matanya mengikuti kemana aku jalan. Apa yang dia pikirkan? Semoga dia tak memikirkan bahwa aku telah menilainya buruk karena aku tak melakukan itu.
Lalu setelah aku tahu ada syari’at menundukan pandangan, jikalau aku adalah seorang ikhwan pun akan kulakukan itu, memasang wajah datar dan sebisa mungkin tak memakai hati terlalu dalam ketika berbicara dengan wanita ajnabi karena aku mengerti bahwa diriku yang seorang wanita dan teman-temanku yang juga wanita bahwa wanita mudah menerka-nerka suatu kebaikan yang dilakukan laki-laki kepadanya. Terlebih jika laki-laki itu melakukan kebaikan itu hanya kepada dirinya. Aku, yang jika seorang ikhwan, ingin membantu wanita untuk menjaga hatiku dan hatinya.
—
Dulu aku memandang mereka tinggi hati, nyatanya itu karena aku tak tahu bagaimana cara mereka memandang diriku.
Dan poin terakhir, yang sangat merubahku, merubah cara pandangku, tentang bagaimana aku memaklumi kekasaran dan kelembutan manusia yang sekarang pun masih aku belajar untuk bersikap memakluminya jika orang-orang itu melakukannya kepadaku..
Nanti jika senggang kutulis lagi, insyaaAllaah.
Komentar
Posting Komentar